kajian ayat surat al-baqarah ayat 137-138

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, Al-Quran ini diturunkan untuk menjadi pedoman hidup umat manusia agar selalu berada di jalan kebenaran. Hal ini berkaitan dengan Q.S Al-Baqarah ayat 137-138, yang menjelaskan tentang perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim a.s. yang mana Allah telah berfirman, “Jika mereka, “yakni orang-orang kafir dari kalangan musyrik dan Ahli Kitab,”beriman kepada apa yang telah kamu imani”, seperti beriman kepada Allah dan para rasul-Nya tanpa membeda-bedakan, “maka sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk”, yakni mengena kepada kebenaran. “Dan apabila mereka berpaling” dari kebenaran kepada kebatilan setelah ditegakkannya hujan kepada mereka, “maka sesungguhnya mereka berada dalam perselisihan. Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka”, yakni Allah akan menolongmu dan memenangkanmu atas mereka. “Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Terang sekali tujuan ayat ini. Persetujuan seluruh umat manusia hanya akan tercapai bilamana penyerahan meraka hanya satu, yaitu kepada Allah saja. Apabila berpaling daripada Allah kepada yang lain, niscaya perpecahanlah yang timbul, sebab Allah Esa, dan yang lain adalah berbilang dan cerai berai. Dengan demikian kita harus berserah diri hanya kepada Allah bukan kepada yang lain karena hanya Allah yang akan memberikan kita petunjuk seperti yang tercantum dalam Q.S Al-Baqarah ayat 137-138

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi makalah ini dengan tidak lepas dari materi yang menjadi problema, yaitu:

a. Bagaimana bunyi Q.S Al-Baqarah ayat 137-138?

b. Bagaimana kandungan Q.S Al-Baqarah ayat 137-138?

c. Bagaimana tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 137-138?

1.3 Tujuan Penyusunan makalah

Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas program tutorial mata kuliah pendidikan agama islam. Sedangkan tujuan khusus dari pembuatan makalah ini, yaitu untuk mengetahui, meneliti, memahami serta mengkaji ayat-ayat Allah yang berkaitan dengan perjanjian dengan Nabi Ibrahim a.s..

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kandungan Ayat

Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 137-138

Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:137)

Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah. (QS. 2:138)

2.2 Tafsir Q.S. Al-Baqarah:137-138

2.2.1 Tafsir Ibnu Katsir

Allah SWT berfirman, “Jika mereka, “yakni orang-orang kafir dari kalangan musyrik dan Ahli Kitab,”beriman kepada apa yang telah kamu imani”, seperti beriman kepada Allah dan para rasul-Nya tanpa membeda-bedakan, “maka sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk”, yakni mengena kepada kebenaran. “Dan apabila mereka berpaling” dari kebenaran kepada kebatilan setelah ditegakkannya hujan kepada mereka, “maka sesungguhnya mereka berada dalam perselisihan. Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka”, yakni Allah akan menolongmu dan memenangkanmu atas mereka. “Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Shibghah Allah, yakni agama Allah, Shibghatallah dinashabkan oleh fi’il amar yang berarti ‘pegang teguhlah shibghah Allah’, yakni fitrah Allah. “Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah,” yakni taat.

2.2.2 Tafsir Al-Azhar

“Maka jika mereka telah percaya sebagaimana yang telah kamu percaya, sesungguhnya telah dapat petunjuklah mereka,”(pangkal ayat 137). Dengan pangkal ayat ini mereka diajak berpikir yang waras, yang logis (menurut Manthiq).

Kalau mereka sudi menurut pikiran yang teratur, tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu mempertahankan golongan, tentu mereka akan menyetujui. Yaitu bahwa sekalian nabi, sejak dari ibrahim a.s. sebagai nenek moyang, sampai kepada ismail a.s., sampai kepada musa a.s. sebagai rasul pahlawan pembebas bani israil dari belenggu perbudakan Fir’aun, sampai kepada Isa Al-Masih, sebagai pemberi peringatan kembali akan pokok ajaran Taurat, adalah semuanya beliau-beliau itu penegak dari hanya satu paham saja, yaitu menyerah diri kepada Allah yang tunggal. Kalau mereka telah menyetujui, ini dengan sendirinya mereka telah memegang petunjuk itu, artinya itulah hakikat yang ditegakkan oleh nabi Muhammad saw sebagai penyambung usaha nabi-nabi yang dahulu itu.

Maka kita perhatikan bunyi ayat sekali lagi. Di dalam ayat ini tidak ada perkataan: “Masuklah ke dalam agama kami nini supaya kamu mendapat petunjuk seperti kami pula.”Tetapi susunan ayat lebih halus dari itu, yaitu kalau kamu telah benar-benar menyerah diri dengan tulus-ikhlas kepada Allah, dengan sendirinya kamu telah mendapat petunjuk. Maka dengan ayat ini, kita yang telah mengakui diri orang islam, karena kebetulan kita keturunan orang islam, diberi pula peringatan bahwa islam yang sebenarnya ialah penyerahan diri yang sebenarnya kepada Allah, disertai ikhlas, tidak bercabang kepada yang lain. Meskipun bernama orang islam, tetapi penyerahan diri tidak bulat kepada Allah, sama sajalah dengan orang Yhudi dan Masrani yang mengambil persandaran kepada nabi-nabi Allah pada nama, padahal tidak ada hakikat. Mka sesuailah semuanya itu dengan maksud ujung ayat: “Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka akan berpecahbelah.”

Terang sekali tujuan ayat ini. Persetujuan seluruh umat manusia hanya akan tercapai bilamana penyerahan meraka hanya satu, yaitu kepada Allah saja. Apabila berpaling daripada Allah kepada yang lain, niscaya perpecahanlah yang timbul, sebab Allah Esa, dan yang lain adalah berbilang dan cerai berai. Yng ini mengatakan ‘Uzair anak Allha, yang itu mengatakan al-Masih anak Allah, yang lain menghadapkan hati kepada berhala. Perpalingan membawa perpecahan dan perpecahan membawa permusuhan. Tidak ada agama lagi yang tegak, tetapi mempertahankan pengaruh dan kedudukan. Berkali-kali, beratus bahkan beribu kali terjadi peperangan dan pertumpahan darah, karena mempertahankan pendirian masing-masing dan tidak bertemu jalan damai. Maka kepada nabi Muhammad saw sudah teguh dan tetap, tidak berkisar lagi yaitu pegangan nabi ibrahim a.s. tadi, Hanifan-Musliman. Perselisihan yang terjadi diantara penyembah berhala sesama penyembah berhala, semuanya tidak akan membahayakan bagi Rasul dan orang yang beriman kepada ajarannya, asal mereka tidak beranjak dari pendirian yang digariskan itu, bahkan merekalah yang akan membawa damai bagi segala yang bertentangan: Fasayakfikahumulah! Allah akan menyelamatkan engakau daripada mereka. Ayat sekelumit kecil ini amat luas yang dicakupnya. Asal pegangan sudah ada, asal tauhid sudah matang, janganlah bimbang menghadapi hidup. Tidak ada syaitan yang akan dapat memperdayakan, tidak ada jin yang akan dapat mempengaruhi, tidak ada manusia yang akan dapat membujuk. Demikian luas dan dalamnya pengaruh sabda Tuhan yang sepatah ini, sehingga dia dapat kita ingat diwaktu-waktu kita mengahadapi bahaya. Apapun yang kita hadapi, namun Tuhan akan tetap menyelamatkan dan memelihara kita, asal kitapun ingat selalu kepadaNya. “Karena dia adalah Maha mendengar, lagi Maha mengetahui.” (ujung ayat 137)

Tuhan mendengar apa pokok yang diperselisihkan dan tuhan mengetahui apa tujuan mereka masing-masing. Dan Tuhanpun Mendengar dan Mengetahui apa kegiatan Muslimin sendiri di bawah pimpinan RasulNya menegakkan dakwah Islamiyah yang sejati. Apabila Rasul Allah, dan orang-orang yang beriman sertanya tetap berpegang teguh pada pendirian yang telah digaridkan Allah itu.

Kemudian diberikan Tuhanlah jaminan yang tertinggi atas nilai pendirian agama Nabi Ibrahim a.s. itu, maka sabda Tuhan: “Celupan Allah, dan siapakah lagi yang lebih bagus celupannya daripada Allah.” (Pangkal ayat 138)

Shibghatal-Lahi: Celupan Allah! Berkata al-Akhfasy dan lain-lain: “Celupan Allah, artinya agama Allah!”

Menurut satu riwayat dari ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan celupan Allah ialah Agama Allah, menurut keterangan yang disampaikan oleh Abd bin Humaid dan ibnu Jarir dari mujahid bahwa maksud Celupan Allah itu ialah Fitrah Allah, atau kemurnian Allah yang telah difitrahkan manusia atasnya.

Menurut satu penafsiran pula dari Qatadah, yang dirawikan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir, berkata Qatadah: “Orang Yahudi mencelup anak-anaknya dengan celupan keyahudian. Orang nasranipun mencelup anak-anaknya dengan celupan kenasaranian, tetapi sesungguhnya celupan yang asli daripada Allah ialah islam, dan tidak ada satu celupanpun yang lebih bagus dan lebih bersih daripada celupan Islam. Sebab dialah agama Allah yang telah diutus dengan dia Nuh dan Nabi-nabi yang dating sesudahnya.

Dari keterangan tafsir-tafsir sahabat dab tabi’in tentang shibghah atau celupan ini, dapatlah kita pahami ke mana maksudnya disini.

Tuhan telah meninggalkan dua celupan, yang keduanya asli dan tidak dapat dibandingi dan ditandingi. Yang pertama ialah celupan warna pada alam, yang dapat dilihat dengan mata. Ini dilakukan oleh sebuah Hadits yang dirawikan oleh Ibnu Mardawaihi, dan ibnu abbas, bahwasanya Rasulullah saw pernah menceritakan bahwa Bani Israil pernah bertanya kepada Musa a.s. apakah Tuhan Allah itu mencelup juga? Mendengar pertanyaan demikian marahlah nabi Musa a.s. kepada mereka dan disuruhnya mereka supaya bertakwa kepada Allah, jangan sampai bertanya sedemikian rupa. Tetapi tidak berapa lama kemudian datanglah seruan Allah kepada Musa a.s.: “Bertanyalah mereka kepada engkau adakah Allahmu itu mencelupi alam ini?” menjawab nabi Musa a.s.: “Benar, ya Tuhanku, mereka tanyakan demikian kepadaku.” Maka bersabdalah Allah kepada Musa: “Katakanlah kepada mereka itu bahwa memang Allah memberikan celupan warna, semuanya adlah celupan.” Menurut Hadits yang dirawikan Ibnu Abbas itu, maka turunlah ayat ini kepada Nabi Muhammad saw menyatakan celupan Allah, bahwa tidak ada yang lain yang sanggup mencelup seindah celupan Allah.

Dari kedua macam tafsir ini dapatlah kita memahami bahwa keduanya dapat diterima. Pertama ialah bahwa alam ini dicelup oleh Tuhan sendiri, dengan warna-warna yang merah, yang hitam, yang jingga, ungu, dan lain-lain. Sebagaimana yang disebutkan Tuhan kepada Nabi Musa a.s. seketika Bani Israil bertanya itu.

Dengan memegang tafsiran ini, maka ayat ini dapat kita pergunakan buat merenungkan keindahan warna di dalam alam sekeliling kita ini. Warna asli dari Allah, tiap pagi dan tiap petang bertukar celupannya, yang kelihatan kemarin, tidak kelihatan lagi hari ini. Dan esok lain lagi. Berjuta-juta hari telah berlalu dan berjuta pula hari akan dating sampai dating kiamat kelak. Adalah kita bosan melihatkan matahari ketika terbit dan kemudian ketika terbenam? Bagaimana warna langit ketika itu? Adakah seorang yang sanggup menirunya? Gambar lukisan indah buatan Rembrant, atau Rafael, dan lain-lain, memang mengagumkan. Apakah sebabnya dikatakan mengagumkan? Ialah karena mereka sebagai ahli seni yang besar telah mendekati hakikat yang dijadikan Tuhan.

Celupan Allah atas alam ini adalah keindahan yang asli, yang di dalam filsafat disebut aestetika. Maka manusia yang sanggup mendekati keindahan yang asli itu sekali lagi kita katakana: Mendekati! Manusia yang sanggup mendekati keaslian itu dalam lukisannya, dalam campuran warnanya, dinamai seniaman. Bertambah pandai mereka mendekati, bertambah agunglah mereka dalam pandangan para peminat seni. Sebab itu kebenaran seni bukanlah keasliannya, melainkan pula kesanggupannya mendekati keaslian.

Begitu uraian kita tentang tafsir celupan itu, yang pertama. Yaitu celupan atau campuran warna ciptaan Allah yang tidak dapat diatasi oleh siapapun dalam hal ini.

Sekarang kita masuk kepada tafsiran yang kedua.

Penafsiran yang kedua sebagai dari Tabi’in yang ternama tadi, yaitu Mujahid, arti celupan ialah fitrah, yang dapat kita artikan warna asli, atau celupan asli dari jiwa manusia. Dan menurut penafsiran Qatadah tadi dikatakan bahwasanya keyahudian dan kenasranian adalah celupan buatan manusia yang dicelupkan oleh ayah kepada anak, atau celupan pendeta, yang sewaktu-waktu pasti luntur. Maka islam yang berarti penyerahan diri yang sungguh-sungguh kepada Dzat Allah YME, adalah celupan asli pada akal manusia. Sama terjadinya dengan akal itu sendiri. Sebab itu dapatlah dipahami suatu Hadits Shahih yang terkenal, bahwasanya manusia seluruhnya ini dilahirkan dalam fitrah, artinya dalam islam. Cuma pendidikan ayah bundanyalah yang membuat anak jadi yahudi, jadi nasrani atau jadi majusi.

Teringat lagi kita suatu tafsir yang lain dari Ibnu Abbas, menurut yang diriwayatkan oleh Ibnu an-Najjar di dalam Tarikh Baghdad, bahwa arti celupan ialah putih. Artinya masih putih bersih jiwa itu dalam fitrahnya, sebelum dihinggapi oleh warna paham lain.

Sebab itu dapatlah kita simpulkan kembali ayat ini kepada ayat-ayat yang sebelumnya. Yaitu bahwasanya agam Hanif ajaran Ibrahim a.s. itu adalah celupan asli Tuhan, yaitu fitrah manusia, itulah tauhid yang sejati. Celupan manusia akan luntur karena pergiliran zaman. Dia tidak akan tahan kena cahaya matahari kebenaran. Adapun akidah islamiyah yang dipusatkan daripada Nabi Ibrahim a.s. tidaklah lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan.

Maka agama Hnif itulah celupan Allah yang sejati, pakaian sejak mulai membuka mata menghadapi hidup, sampai menutup mata meninggalkan dunia.

Sebab itu tersebutlah di dalam sebuah Hadits yang dirawikan oleh imam Ahmad daripada Umamah;berkata dia, berkata Rasulullah saw

“Aku diutus dengan agama Hanif yang sangat berlapang dada (toleransi, pemaaf).”

Demikian juga menurut sebuah Hadits yang dirawikan oleh Imam Ahmad dan Bukhari dan Ibnul Mudzir dari Ibnu Abbas, berkata Ibnu Abbas:”Orang bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah! Manakah agama yang lebih disukai oleh Allah?” Beliau menjawab:”Islam agama Hanifiyah as-Samha,”yaitu agama yang Hanif dan berlapang dada.”

Bertambah maju ilmu pengetahuan manusia di dalam menyelidiki alam ini dari segala bidangnya, bertambah dekatlah mereka sampai kepada kesimpulan akan keesaan Allah dan bertambah menyerahlah mereka kepada Allah. (Hanifan Musliman), meskipun mereka belum mendaftarkan diri dengan resmi masuk islam. Sebab agama Hanif itu adalah celupan Allah sejati, maka siapapun diantara makhluk Allah tidak ada yang akan dapat mengatasi celupan Allah itui;”Dan kami, kepadaNyalah kami menghambakan diri.” (ujung ayat 138)

Kalau kita ambil tafsiran yang pertama tadi, yaitu bahwa celupan Allah atas alam, denga berbagai ragam warna, tidaklah dapat diatasi oleh pencelup yang lain, atau keindahan alam karena keindahan Allah. Kita sampai kepada intisari agama denga melihat benda yang nyata di sekeliling kita. Kita mengakui beribadat kepada Allah. Disini kita mendapat Allah di dalam seni.

Kalau kita ambil penafsiran kedua, bahwa celupan Allah yang asli itu ialah keadaan fitrah manusia, jiwa murni manusia, belum dicampuri oleh celupan dan lukisan warna manusia, yang bisa rusak karena hujan dan panas, sampailah kita kepada hakikat hidup, artinya sampailah kepada Tuhan dari segi kerohanian. Disini kita mendapat Allah dari segi filsafat. Sebab campuran warna yang lahir telah menimbulkan kesan kepada campuran warna ynag batin.

Disamping kedua tafsiran tadi, Shibghah dengan makna warna-warni yang diciptakan Allah di dalam Alam, yang menimbulkan minat kesenian, dan shibghah dengan arti fitrah, celupan asli jiwa manusia, bertemu lagi keterangan dari setengah ahli tafsir. Kata mereka, asalnya maka timbul kata celupan ini ialah karena orang nasrani membaptiskan puteranya dengan air, yang mereka namai Ma’mudiyah, atau Baptisan atau Doop atau dipermandikan, barulah mereka berkata: Shibghahtallah, celupan Tuhan, artinya Islam, inilah permandian yang betul.

Bila kita renungkan penafsiran yang ketiga ini, dapatlah kita menarik garis perbedaan paham tentang kesucian jiwa di antara islam dengan nasrani. Di dalam islam, anak lahir kedunia dalam keadaan suci, tidak ada dosa dan bersih (fitrah); setelah datang kedalam lingkungan orangtuanya, barulah anak itu mempunyai warna yang tidak asli. Oleh sebab itu maka hendaklah pendidikan orang tua memelihara dan menumbuhkan kemurnian anak itu di dalam hidupnya, agar tidak terlepas daripada beribadat kepada Allah. Sedang bagi agama nasrani adalah sebaliknya;anak lahir kedunia adalah dalam dosa, yaitu doasa waris dari Nabi Adam. Setelah dipermandian dengan air serani itu, barulah dia bersih dari dosa. Karena dengan permandian itu berarti bahwa dia telah diberkati oleh Yesus Kristus yang dianggap sebagai Tuhan yang menebus dosa manusia dengan mati di kayu palang.

Setelah mengakui celupan Allah, yang satu kuasapun tidak sanggup menyamai, usahapun melebihi celupan Allah, seorang yang beriamn bertambah insaf akan kebesaran Tuhan. Dan keinsafan itu dibuktikannya dengan berbuat baik. Beribadat mempertahankan diri. Sebab itu jelaslah bahwa peribadatan timbul sesudah berpikir.

Bagaimana orang yang telah mencoba pendirian demikian, hanya Allah tempat mereka berabdi, menyembah dan memuja, akan dapat diajak turun kembali pergi menyembah semua makhluk?

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bunyi surat Al-Baqarah ayat 137-138:

-

Kandungan Ayat:

Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:137)

Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah. (QS. 2:138)

Tafsirannya:

Orang yang beriman kepada Allah maka akan mendapat petunjuk, sedangkan orang yang yang tidak beriman kepada apa yang diimani oleh orang yang beriman maka dia telah memusuhi kebenaran dan menentang petunjuk (QS. 2:137)

Perkataan orang-orang mukmin dirangkaikan dengan firman Allah dalam suatu rangkaian kalimat, sebagai pertanda adanya hubungan yang kuat antara mereka dengan Tuhannya, dan menunjukkan konsistensi yang menghubungkan mereka dengan Tuhannya. Contoh seperti ini banyak terdapat dalam Al-Quran dan hal ini mempunyai makna yang besar (QS. 2:138)

3.2 Saran

Penulis menyadari, masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan demi perbaikan pembuatan makalah yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Tafsir Al-azhar Juz 1

Tafsir Ibnu Katsir Juz 1

Tafsir Fi Zhilalil-Quran 1

Comments :

0 komentar to “kajian ayat surat al-baqarah ayat 137-138”

Posting Komentar